Jumat, 04 November 2011

Kasus Etika Profesi Akuntansi

KASUS ETIKA PROFESI
KASUS 1
Beberapa perusahaan besar di Amerika Serikat terlibat skandal bisnis yang menyebabkan kehancuran pada perusahaan. Salah satunya adalah Enron. Kasus Enron terungkap pada Desember 2001 dan terus berkembang tahun 2002. Turunnya harga saham atau bursa efek yang drastis diberbagai belahan dunia. Kasus Enron terdapat manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan $600 juta padahal perusahaan rugi, dengan tujuan agar investor tetap tertarik pada saham Enron. Direktur dan sebagian besar Karyawan Enron berasal dari KAP Andersen. Enron adalah klien KAP Anderson. Awal tahun 2001 hasil evaluasi KAP Anderson tetap mempertahankan Enron sebagai klien. Pertengahan tahun 2001 Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat kepada CEO dan partner KAP Andersen. CEO Enron menugaskan melakukan investigasi. Hasil investigasi tidak ada hal serius yang perlu diperhatikan. 16 Oktober 2001 Enron menerbitkan laporan keuangan, Enron mengalami keuntungan yang meningkat dari periode sebelumnya. CEO Enron tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar, yang sebenarnya rugi sebesar $644 juta. 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan dan memiliki hutang sebesar lebih dari $1 miliyar. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron. Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron,harga saham Enron terus menurun dan hampir tak ada nilainya. Juni 2002 KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor Enron. Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki. KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningakat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
KASUS 2
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

KASUS 3
Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan” yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”



KESIMPULAN KASUS
Apapun profesi yang ditekuni, harus berdasarkan etika yang berlaku. Etika profesi itu sendiri memiliki tujuan seperti standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum, membantu para professional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam menghadapi dilema pekerjaan mereka, standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama professional, untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi. Seperti contoh kasus ini yaitu etika profesi akuntansi sebagai seorang audit, seorang audit harus lah independent atau bersifat netral dan profesional dalam menjalankan tugasnya, standar standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi dan perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya. Memanipulasi data laporan keuangan pada ketiga kasus diatas bukan lah tindakan terpuji bagi seorang ahli profesi. Kasus tersebut menjelaskan bahwa perusahaan dapat melakukan berbagai cara agar perusahaan tersebut dapat terus berjalan atau hidup dan mendapatkan laba tanpa melihat dampaknya, seperti kasus pertama memanipulasi laporan keuangan agar inverstor percaya perusahaan tersebut sehat dari segi keuangan, itu merupakan kebohongan publik. Lalu pada kasus kedua, memanipulasi agar laporan keuangan perusahaan tersebut memiliki laba yang besar agar banyak yang menanamkan modalnya dan pada kasus ketiga, ahli profesi dipengaruhi oleh perusahaan agar laopran keuangannya sehat. Hal-hal tersebut merupakan penyimpangan etika profesi pada akuntansi yang dapat mencederai etika profesi itu sendiri. Dalam hal ini pemerintah harus bertindak tegas dan melakukan pengawasan yang ketat agar hal ini tidak dapat terulang kembali. Dari ketika kasus diatas tentang etika profesi, dapat disimpulkan bahwa kasus tersebut digolongkan kasus memanipulasi suatu data laporan keuangan perusahaan dengan tujuan menguntungkan perusahaan tersebut tetapi tidak memikirkan dampak negatif yang akan terjadi dikedepannya nanti baik ahli profesi maupun perusahaan itu sendiri.


NAMA : ANDRIANZAH BRAMASTYO
NPM : 20208128
KELAS : 4EB13